- Peistiwa Bandung Lautan Api. Jelaskan sebab terjadi peristiwa,
jalannya peristiwa, beserta foto tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa tersebut
- Peristiwa Linggarjati. Jelaskan jalannya pelaksanaannya, wakil
delegasi masing-masing negara, dan isi perundingan. Sertakan foto
Perundingan
- Perundingan Renville. Jelaskan jalannya pelaksanaannya, anggota KTN,
wakil delegasi masing-masing negara, dan isi perundingan. Sertakan Foto
Perundingan
- Jelaskan dampak perundingan Renville (17 Januari 1948) bagi bangsa Belanda dan dampak bagi Indonesia!
- Jelaskanlah faktor-faktor yang memaksa Belanda harus keluar dari
Indonesia! Faktor dari dalam negeri Indonesia dan faktor dari luar
negeri.
1. Peristiwa Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa
kebakaran besar yang terjadi di kota
Bandung, provinsi
Jawa Barat,
Indonesia pada
24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung
[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah
selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara
Sekutu dan tentara
NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam
Perang Kemerdekaan Indonesia.
Latar belakang
Pasukan
Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal
12 Oktober 1945.
Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka
menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR
dan
polisi,
diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari
kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu
keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak
dapat dihindari. Malam tanggal
24 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk
Hotel Homann dan
Hotel Preanger
yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald
menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara
dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Monumen Bandung lautan api
Ultimatum Tentara Sekutu agar
Tentara Republik Indonesia (TRI,
TNI kala itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "
bumihangus". Para pejuang pihak
Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan
Bandung diambil melalui musyawarah
Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Repu
blik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[rujukan?]
Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang
meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud
agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis
militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan
semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran
sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa
Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat
gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini
Muhammad Toha dan
Ramdan,
dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi
untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil
meledakkan gudang tersebut dengan
dinamit.
Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di
dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal
di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00
itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat
itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga
Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam
Perang Kemerdekaan Indonesia
karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan
pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut,
TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar
Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu
Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan
perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "
Halo, Halo Bandung" secara
resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan
Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota
tercinta
Toko yang terlibat :
Muhammad Toha atau
Mohammad Toha (
Bandung,
1927 - Bandung,
24 Maret 1946) adalah seorang
komandan Barisan Rakjat Indonesia, sebuah kelompok
milisi pejuang yang aktif dalam masa
Perang Kemerdekaan Indonesia. Dia dikenal sebagai tokoh pahlawan dalam peristiwa
Bandung Lautan Api di
Kota Bandung,
Indonesia tanggal 24 Maret 1946. Toha meninggal dalam kebakaran dalam misi penghancuran
gudang amunisi milik
Tentara Sekutu bersama rekannya,
Ramdan, setelah meledakkan
dinamit dalam gudang
amunisi tersebut
Muhammad Toha |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Perundingan Linggarjati
Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945 namun Belanda tetap menekan Indonesia dan ingin
menancapkan kekuasaannya kembali. Ketegangan antara Indonesia dan
Belanda yang semakin hebat mendorong Inggris yang merasa
bertanggungjawab atas masuknya Belanda ke Indonesia, mencari jalan
keluar untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Duta istimewa Inggris
di Asia Tenggara, Lord Killearn, datang menghadap Presiden Soekarno di
Yogyakarta tanggal 26 Agustus 1946 dan menyodorkan diri menjadi
perantara dalam perundingan Indonesia-Belanda.
Sebelum
Perundingan Linggarjati berlangsung pada tanggal 1 November 1946,
Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Kepala Staf Letjen Urip Sumoharjo
di Jakarta menandatangani gencatan senjata. Seterusnya tanggal 4
November 1946, pemerintah Belanda menyampaikan notanya kepada Staten
General, bahwa Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin Presiden
Soekarno adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.
Isi perundingan Linggarjati
Walaupun
begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15
November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan
Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai
penengah adalah Lord Killearn dari Inggris. Isi Perundingan Linggarjati
yaitu:
1. Pengakuan status de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera oleh Belanda.
2. Pembentukan negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara.
4. Pembentukan RIS dan Uni Indonesia-Belanda sebelum 1 Januari 1949
Wilayah
RIS dalam kesepakatan tersebut mencakup daerah bekas Hindia Belanda
yang terdiri atas: Republik Indonesia, Kalimantan, dan Timur Besar.
Persetujuan tersebut dilaksanakan pada 15 November 1946 dan baru
memperoleh ratifikasi dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada
tanggal 25 Februari 1947 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947
di Istana Negara, Jakarta.
Hasil
Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia.
Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI
menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan
Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara
seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan
negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia
yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr.
Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perjanjian Renville adalah perjanjian
antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17
Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai
tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi
oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for
Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel
KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
Gencatan senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat
untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan
Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan
berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit
pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti
yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.
Kesepakatan
Kesepakatan yang diambil dari Perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
1. Disetujuinya pelaksanaan gencatan senjata
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3.
TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah
pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur ke daerah Indonesia di
Yogyakarta
Pasca perjanjian
Sebagai hasil Persetujuan Renville,
pihak Republik harus mengosongkan enclave (kantong-kantong) yang
dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke
Jawa Tengah.
Tidak semua pejuang Republik yang
tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan
Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus
melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. S.M.
Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet
Amir Syarifuddin, kemudian mendirikan Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih
dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII).
|
|
4. KERUGIAN INDONESIA AKIBAT PERJANJIAN RENVILLE
Berikut kerugian yang di dera oleh Republik Indonesia akibat dari
hasil-hasil yang dicapai dalam Perjanjian Renville. Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Atas
usulan KTN pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara
Indonesia dan Belanada di atas kapal renville yang sedang berlabuh di
Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas perdana menteri Amir
Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus
Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir
Widjojoatmojo, Jhr. Van Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara
dan Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda hampir semua berasala dari
bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian Belanda tetap
melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya. Setelah
selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari
1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai yang disebut Perjanjian
Renville.
Perjanjian
Renville ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948.
Adapun kerugian yang diderita Indonesia dengan penandatanganan
perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
- Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
- Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
- Pihak
republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah
kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic
Indonesia.
Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan akibat buruk bagi pemerintahan Republik Indonesia, antra lain sebagai berikut:
- Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh daerah-daerah kekuasaan belanda.
- Timbulnya
reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin Republik Indonesia yang
mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual
negara kepada Belanda.
- Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda
- Indonesia
terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari
daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik
Indonesia yang berdekatan.
- Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan Republik
Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka, seperti; negara
Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).***
|
|
|
|
|
|
|
|
5. Faktor-Faktor Belanda Harus Keluar Dari Indonesia | |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Faktor dari Dalam
1). Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2).
Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan
pabrik-pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus
mengubah strateginya.
3). Belanda tidak mendapat dukungan politik
dari dalam negeri Indonesia. Ketika membujuk Sultan Hamengkubuwono IX
untuk menjadi pemimpin sebuah negara di Jawa maka ditolaknya.
4). Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum.
b. Faktor dari Luar
PBB dan Amerika Serikat mengambil
sikap yang lebih tegas terhadap Belanda. Amerika Serikat mengancam akan
menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian
Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka diselenggarakanlah KMB
yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada
tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi
Indonesia.
|
|
|